MALAM YANG MENGGETIRKAN
Kamis malam, 9 Maret 1961 para pemimpin pandu yang mewakili
lebih dari 60 organisasi kepanduan di seluruh Indonesia telah hadir di Istana
Merdeka Jakarta, atas panggilan PENGUASA PERANG TERTINGGI SOEKARNO. PADA JAM
20.00 WIB, BUNG KARNO menyampaikan pidato (pemberangusan) dihadapan para
pemimpin pandu Indonesia sebagaimana dikutip berikut ini :
“ saya harap agar supaya kepanduan-kepanduan
ini organisasi-organisasinya melebur diri dan oleh karena tadi saya katakana SATU,
maka saya sebagai presiden, panglima tertinggi, PEPERTI, mandataris dari pada
MPRS , bahkan yang oleh MPRS dinamakan pemimpin besar revolusi, akan melarang
kepanduan diluar daripada yang satu ini. Nanti kalau sudah dilebur
kepanduan-kepanduan ini, hanya ada satu, di luar yang satu ini tidak…………………dilarang.”
Saya sebagai presiden, sebagai panglima tertinggi, sebagai
mandataris, sebagai PEPERTI, sebagai pemimpin besar revolusi, sebagai yang
diberi title kepada saya oleh MPRS, memerintahkan sekarang kepada seluruh
kepanduan Indonesia, untuk meleburkan diri dalam organisasi baru yang bernama
PRAMUKA. Dengan saya sendiri sebagai PANDU TERTINGGI atau PRAMUKA TERTINGGI,
dengan dibantu oleh Sri Sultan Hamengkubuwono.
Bung karno menekankan perintah itu agar pada tanggal 17
Agustus 1961, sudah berbaris pramuka diseluruh wilayah Indonesia, tidak ada
yang berani membantah karena sebelumnya sudah diumumkan SOB (staat van oorlog
en beleg) Negara dalam keadaan perang dan darurat perang. Semua berjalan
menuruti kehendak sang pemimpin besar revolusi, tidak ada lagi yang bertanya,
apalagi menolak ataupun membantah , dan pada tanggal 20 Mei 1961 dikeluarkan
KEPRES No 238 tahun 1961 tentang GERAKAN PRAMUKA yang diktum ke-3nya berbunyi :
Ketiga
: Badan-badan lain yang sama, yang sama sifatnya atau yang menyerupai perkumpulan
GERAKAN PRAMUKA dilarang adanya.
Tidak ada celah bagi para pemimpin pandu untuk menyampaikan
koreksi, menghindar atau melarikan diri dari sergapan kepres yang melumpuhkan
itu. Walaupun dalam tradisi patriotic ada pilihan “fight or flight” maka meleburlah pandu-pandu dalam PRAMUKA
termasuk persyarikatan segera setelah pidato bung karno tanggal 9 Maret 1961,
mengeluarkan maklumat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomer 302/iv-a/’61,
Hal : HIZBUL WATHAN (HW) sesudah adanya perintah peleburan organisasi
kepanduan, isi maklumat itu dikutip amarnya sebagai berikut :
Hizbul Wathan adalah merupakan sebagian gerakan dalam
organisasi Muhammadiyah.
Pemimpin Pusat Muhammadiyah memutuskan :
1.
Mematuhi dan memenuhi perintah tersebut.
2.
Mentiadakan organisasi Hizbul Wathan.
3.
Menunjuk saudara-saudara MH Mawardi,
Muh.Sumitro, H.Muh. Luthfi dan HA Dwidjo Suparto untuk membereskan segala
sesuatunya berkenaan dengan perintah Negara tersebut. Maklumat ini dikeluarkan
pada 15 Maret 1961/28 Syawal 1380 H.
Dalam menutup pidatonya, bung karno mengingatkan kembali
kepada pemimpin pandu agar setelah ini para pemimpin pandu memalingkan
pandangannya kearah Sri Sultan Hamengkubuwono selaku pandu agung, namun pandu
HIZBUL WATHAN seperti yang diamanatkan oleh maklumat Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, memalingkan dan mengarahkan pandangannya kea rah KIBLAT, hal ini
dilakukan semata-mata karena perintah ALLAH “………dan berpalinglah/ tinggalkan
orang-orang bodoh itu”. Marjinalisasi telah terjadi, maka GK-HW patuh menjalani
siklusnya (metafor) sebagai “as-habul kahfi” sampai datangnya pertolongan Allah
(selama 40 tahun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar