Minggu, 27 Maret 2016

buku

merindukan problema - 1

sengatan mentari terasa menerawang peralihan musim, siang itu menyeruak, begitu menghangatkan, namun juga cukup mengeringkan cucian dengan begitu cepatnya.
begitu juga bergulirnya waktu, bila tiada terasa kita lalui telah sekian puluh tahun, sekian puluh bulan, mungkin hanyalah hitungan minggu ataupun hari.
jika kita telah merasakan kenikmatan waktupun bergulir begitu cepat, namun apakah itu kenikmatan, apakah itu kesedihan, apakah itu kesulitan, jika kita telah memandangnya dalam satu sisi yang sama, bisalah kita merasakan semua itu menjadi sebuah kenikmatan.
memahami ini tidaklah semudah menjalaninya, mengalaminya, bahkan berlari untuk menuju pintu dan melanjutkan keinginan untuk segera keluar dari kubangan yang kita mnganggapnya sebuah problema.

sebuah problema,....yaa...sebuah problema dari sisi kita memandang itu adalah sebuah problema, kita diciptakan menjadi berbagai makhluk di bumi ini, merupakan keberagaman, merupakan puing-puing, sebersat sinar yang beragam.
bermula sisi pandang kupahami sebagaimana umumnya semua orang memandang,
pagi itu, sebuah penantian semalaman yang tak berujung, dalam larutnya malam, tak terdengar suara yang ditunggu dan dirindukan kan menyeruak, bapak berada di rumah sakit, semalam mengalami kecelakaan bersama rombongan saat pulang dari tugas mengikuti acara kunjungan kerja bapak menteri, namun dilanjutkan menuju ke daerah dalam acara tambahan meninjau area tugas tambahan.
saat itu yang ada hanyalah keterpurukan,dibenak yang tak tahu harus memulai berbuat apa, bahkan berkatapun harus berfikir beribu kali apa yang harus aku ucapkan untuk memberi jawaban kepada pembawa berita.
pergi kerumah sakit, suara itu memechakan kekalutan fikiran, dan menguatkan langkah untuk berbuat, dengan langkah lunglai dimasuki kamar itu dan disautnya tas dan berbagai keperluan yang bisa muncul dalam ayunan tangan dan fikiran.
antara apa dan bagaimana telah beradu, berlomba menampakkan diri untuk menguasai fikiran dalam kanfas kekacauan, pena prasangka dan andaipun mulai menoreh bulir-bulir dan garis-garis menuju gambar yang tidak jelas, berlomba saling menyeruak, kehadiran silih berganti, dalam kekacauan fikiran dan hati menuju kegundahan.
di depan mata, sosok terbujur dalam diam, gerak-gerak ringan mewarnai keajegan yang mengubah kebekuan sorot cahaya sang pencipta dalam menoreh sebuah pemikiran.
julur-julur benda berbagai ukuran dan warna berseliweran menemanimu dalam kekakuan dan keheningan, oh....kemampuan bersuara hanyalah kekuatan yang menemani bibir terkatup di depan jendela ruang ICU, berkecamuk dan saling berupaya bergantian bermunculan dibenak itu menyapa bisunya sore, bisunya dinding, bisunya upaya dan bersembunyinya kekuatan.
mengapa, mengapa dan mengapa, batinmu selalu bertanya, apa dan bagaimana pula, kemana dan siapa teman melangkah, pupus sudah suara berbisih disecuil sudut hati, mengiringi leleh dan bergulirnya air diujung beningnya pandangan, kini aku sendiri kepicikan mulai menyelimuti benak, lunglai sudah sekujur organmu, kuambil seuntai tasbih dan atas kebesaranmu jua bibir ini berbisik dalam dzikir dan doa kepadamu ya Allah,
engkau memiliki segala rencana dan desain kehidupan semua makhluk yang kau cipta untuk mengisi gerak dan perputaran dunia, tak luput jua untuk goresan rencana hidupku, telah tertoreh, goresan baru, goresan asing dalam benakku, goresan pedih melukai kalbuku.
سبحان الله
الحمد لله
الله أكبر
kini aku hanyalah berbisik, berbisik, berbisik dan berbisik, untukmu, walaupun aku tak pernah tahu sedetik, semenit, sejam, esok, lusa dan.....
pandangan kembali menerawang dan menorehkan gambaran kelemahan hambamu.(selanjutnya.......)





Tidak ada komentar:

obah ojo owah

 obah ojo owah tiga kata bahasa jawa tersirat berbagai makna. obah dimaksudkan bergerak. ojo bisa larangan, rambu2 waspada dan himbauan. owa...