Rabu, 29 Januari 2014

PENDIDIKAN INKLUSIF


Pengertian.

Staub dan Peck (1995), dalam Sunardi, 2002) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sapon-shevin (O'Neil, 1995 : dalam Sunardi, 2002) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di
kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (stainback and Sianback,1990).
         Dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dari tingkat ringan, sedang dan berat dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya, dimana pihak sekolah menyediakan program sekolah yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru dan siswa lainnya.
        Sistem layanan pendidikan mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberi kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.
         Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan.
       Pendidikan inklusif merupakan suatu pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat. Dalam konteks yang lebih luas pendidikan inklusif juga dapat sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategi dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya merubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus.
      Meskipun pendidikan inklusif telah diakui di seluruh dunia sebagai salah satu upaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, namun perkembangan pendidikan inklusif mengalami kemajuan yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai negara yang ikut dalam berbagai konvensi dunia, Indonesia juga merespon secara positif terhadap kecenderungan perkembangan pendiddikan inklusif. salah satu langkah nyata adalah dengan cara memahami secara kritis tentang kelebihan dan kelemahan pendidikan inklusif.
      Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusif diperlukan diantaranya karena:

  1. Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya sistem terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
  2. Biaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibandingkan dengan sekolah reguler.
  3. Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak dapat bersekolah di SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak terjangkau.
Manajemen Pendidikan Inklusif
Landasan Kebijakan :
  1. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990)
  2. Peraturan Standar PBB tentang Kesamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat (1993)
  3. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi mengenai Pendidikan Kebutuhan Khusus (1994)
  4. Konvensi PBB tentang Hak Asasi Penyandang Cacat (2006)
  5. UU RI No.4/1997 tentang Penyandang Cacat
  6. UU RI No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Penjelasan Pasal 15
  7. PP No.19/2005 tentang Standar nasional Pendidikan, Pasal 41 (1)
Landasan Berpikir Pendidikan Inklusif :
  1. Manusia dilahirkan equal meskipun berbeda-beda.
  2. Masyarakat yang normal ditandai dengan keberagaman, bukan dengan keseragaman.
  3. Dengan inklusi, orang dapat saling menyadari adanya lebih banyak kesamaan daripada perbedaan.
  4. Integrasi ABK tercapai dengan sebaik-baiknya apabila mereka ditempatkan di sekolah inklusif.
  5. Pendidikan inklusif merupakan alat yang paling efektif untuk membangun solidaritas antara ABK dengan teman-teman sebayanya dan akhirnya dengan masyarakat pada umumnya.
  6. Keberhasilan Pendidikan Inklusif  menuntut usaha bersama : guru, staf sekolah, teman sebaya, orang tua, keluarga dan relawan.
  7. Usaha bersama itu harus didasari keyakinan, komitmen dan niat baik semua pihak
Prinsip Dasar Pendidikan Inklusif :
  1. Selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungin ada pada diri mereka.
  2. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajar peserta didik dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa.
  3. Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber-sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitar.
Faktor-faktor Pendukung Keberhasilan Pendidikan Inklusif
  1. Sikap dan Keyakinan yang Positif :
  • Guru reguler yakin bahwa ABK dapat berhasil.
  • Kepala sekolah merasa bertanggung jawab atas hasil belajar ABK
  • Seluruh staf dan siswa sekolah yang bersangkutan telah dipersiapkan untuk menerima kehadiran ABK
  • Orangtua ABK terinformasi dan mendukung tercapainya tujuan program sekolah
  • GPK memiliki komitmen untuk berkolaborasi dengan guru reguler di kelas 
     2. Akses ke Kurikulum dan Lingkungan:
  • Tersedia program ketrampilan kompensatoris (misalnya
  • Lingkungan fisik sekolah diadaptasikan agar lebih aksesibel bagi ABK (misalnya: ramp, tanda-tanda taktual)
  • :Braille)
  • Tersedia peralatan khusus dan teknologi asistif untuk memungkinkan ABK mengakses semua kegiatan kurikuler (misalnya: buku Braille, screen reader)
     3. Dukungan Sistem : 
  • Sistem penerimaan siswa baru yang non diskriminasi dan akomodatif bagi semua anak.
  • Tersedia personel dengan jumlah yang cukup, termasuk GPK dan tenaga pendukung lainnya
  • Terdapat upaya pengembangan staf dan pemberian bantuan teknis yang didasarkan pada kebutuhan personel sekolah (misalnya pemberian informasi yang tepat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kecacatan, metode pengajaran)
  • Terdapat kebijakan dan prosedur yang tepat untuk memonitor kemajuan setiap ABK, termasuk untuk assesmen dan evaluasi hasil belajar.    
     4.  Metode Mengajar
  • GPK menyiapkan PPI bagi ABK
  • Guru reguler, GPK dan spesialis lainnya berkolaborasi dalam pengajaran di kelas.
  • Guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk memilih dan mengadaptasikan materi pelajaran dan metode pengajaran menurut kebutuhan khusus setiap siswa.
  • Dipergunakan berbagai strategi  pengelolaan kelas (team teaching, cross-grade grouping, peer tutoring, teacher assistance team)
  • Guru menciptakan lingkungan belajar kooperatif dan mempromosikan sosialisasi bagi semua siswanya.
     4. Resource Center:
  • Proaktif memberikan advis dan konsultasi.
  • Menyediakan layanan guru kunjung.
  • Menyediakan  alat bantu khusus.
  • Menyelenggarakan pelatihan.
  • Menyelenggarakan kampanye kesadaran masyarakat.
Kriteria calon sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
  • Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orangtua)
  • Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah
  • Tersedia guru khusus/PLB (guru tetap sekolah atau guru yang diperbantukan dari lembaga lain)
  • Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar
  • Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan
  • Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak.
  • Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentangpendidikan inklusif
  • Sekolah tersebut telah terakreditasi
Implikasi manajemen Pendidikan Inklusif
Sekolah reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif akan berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut, diantaranya :
  • Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
  • Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
  • Guru di kelas reguler harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
  • Guru pada sekolah inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
  • Guru memahami Multiple Intelligence
  • Guru memahami perbedaan kebutuhan dalam mengembangkan kurikulum
  • Mampu merubah aturan main antara guru dengan siswa
  • Guru memiliki strategi, model dan metode mengajar yang bervariasi
  • Guru pada sekolah inklusif dituntut melibatkan orantua secara bermakna dalam proses pendidikan.

Tidak ada komentar:

obah ojo owah

 obah ojo owah tiga kata bahasa jawa tersirat berbagai makna. obah dimaksudkan bergerak. ojo bisa larangan, rambu2 waspada dan himbauan. owa...